30 Oktober 2017

Hidup Matinya Sang Punakawan DesaTumaritis


“Salam manis tidak akan habis
Salam sayang tidak akan hilang
Untuk semua pecinta karya saya”
Bait tersebut merupakan salam pembuka dari setiap komik karya Tatang Suhenra yang mahsyur pada zamannya. Dalam perkembangan komik Indonesia namanya begitu lekat di telinga masyarakat era 80-an hingga 90-an akhir.
Tatang S. Sapaan akrabnya, produktif mewarnai khazanah perkomikan di Indonesia dengan komik-bertokoh Punakawan. Yaitu Petruk, Gareng, Bagong dan Semar, dengan ragam cerita yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat menengah bawah.
Bukan cuma itu, Tatang S. juga menulis komik silat yang meledak pada era 70an. Salah satu yang pernah gempar dan menjadi polemik adalah karyanya Si Gagu dari Goa Hantu. Sezaman dengan Panji Tengkorak, Jaka Sembung, Godam dan Gundala Putra Petir, komik karyanya juga menjadi tandingan milik Genes T.H. dengan judul yang sama, Si Buta dari Goa Hantu.
Punakawan Tumaritis
Hidung panjang serta sebuah gigi menjorok ke depan menjadi ciri khas sosok Petruk di setiap cover komik Punkawan Tumaritis. Komik ini mengisahkan kehidupan Petruk, Gareng, Bagong dan Semar.  Mereka adalah pemuda pengangguran di Desa Tumaritis yang sering mendapatkan kejadian luar biasa. Tokoh-tokoh tersebut diambil dari kisah pewayangan yang dirasa pas dan mewakili sosok masyarkat kelas bawah.
Serial tersebut menghadirkan cerita dengan tema tak biasa dan heterogen. Tatang sebagai kreator, dinilai cakap dalam pemilihan tema. Tak jarang ia mengambil tema misteri seperti pada judul Teluh, Sungai Setan, Malam Jumat Kliwon, dan Ririwa.  Di samping itu, Tatang juga mengangkat hal yang sedang hip di masyarakat yang jadi inspirasi pada serial Punakawan Tumaritis. Seperti judul Kura-Kura ninja, Batman Tumaritis, Megaloman Tumaritis dan Robocop. Adapula tema yang terkait erat dengan kondisi sosial dan keseharian masyarakat bawah. Seperti pada judul Cewek Karir, Ratu Denok, Jodoh lah yaa, Dikerjain Janda. Ia pun sering memadu unsur dari beberapa tema menjadi sebuah judul yang ditujukan pada Dedemit dan Narkoba.
Kisah yang disuguhkan berjenis cerita pendek dan tidak bersambung. Penyajiannya juga sangat sederhana, biasanya terdiri dari dua buah panel komik dalam satu halaman. Komik berhalaman 15 hingga 20 lembar ini dicetak hitam putih pada kertas daur ulang dan dibalut cover berwarna. Tampilan sederhana sengaja dibuat, mengingat segmentasi pembacanya adalah masyarakat kelas bawah dan anak sekolah. Komik Tatang S. bisa didapatkan di sekolah-sekolah seharga Rp 500.
Tatang S. nyata ikut membuat konstruksi sosial atas masyarakat dengan ditemukannya  unsur-unsur berperspektif bias gender. Dalam beberapa tema yang diangkat, ia menjadikan konstruksi seksualitas sebagai bumbu sedap dalam cerita, bahkan dijadikan unsur utama.
Budaya patriarkis tampil dari beberapa sudut, misal eksploitasi tubuh wanita yang kerap dipertontonkan dalam komik. Atau dengan memunculkan tokoh- tokoh wanita dengan menonjolkan statusnya seperti janda atau perawan ting-ting  yang menunjukan pembentukan stereotipe terhadap status tersebutBegitu pula pada diksi, Tatang S. sering menggunakan denok atau bahenol untuk penggambaran tubuh wanita.
Previous Post
Next Post

0 komentar:

Terima kasih sudah berkunjung, Kalau suka silahkan di share & Tinggalkan Komentar .. :)
perhatian : komentar yang mengandung SARA dan Spam akan di hapus